Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Desi Ari Pressanti memberi sambutan pada Diseminasi Buku Pedoman Penyuntingan Naskah Cerita Anak, di Hotel Grand Mercure Bandar Lampung. |
Tapis Blogger Lampung - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek menerbitkan Buku Pedoman Penyuntingan Naskah Cerita Anak sebagai acuan dalam menyunting naskah cerita anak dalam meningkatkan keterbacaan dan kualitas naskah cerita anak.
Staf Ahli Bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Wawan Prihartono mengatakan, inisiasi pembuatan buku pedoman penyuntingan naskah cerita anak ini karena belum adanya literatur-literatur tentang penyuntingan khusus untuk naskah cerita anak.
“Saya mencari-cari literatur tentang pedoman penyuntingan naskah cerita anak itu, tidak ketemu, belum ada, kalau penyuntingan ilmiah mungkin ada. Jadi, kami berinisiasi untuk membuat pedoman penyuntingan khusus naskah cerita anak,” kata Wawan pada acara “Diseminasi Bahan Penyuluhan : Pedoman Penyuntingan Naskah Cerita Anak” di Hotel Grand Mercure, Bandar Lampung, Kamis, 16 Mei 2024.
Kegiatan diseminasi dihadiri oleh 100 peserta yang aktif dalam kegiatan literasi dan instansi terkait, diantaranya, penulis, pendongeng, guru, dosen, penerbit, pelaku perbukuan, media massa, dan komunitas literasi.
Wawan menyatakan, tidak adanya acuan penyuntingan naskah cerita anak ini menyebabkan kualitas naskah cerita anak menjadi beragam, seperti dalam pemilihan diksi untuk mendeskripsikan suara tembakan, ada penulis yang menulis “dor”, tetapi ada juga penulis yang menulis “tam” karena terjemahan dari Eropa.
“Jadi, kalau dibaca oleh anak-anak, mereka menjadi bingung, suara tembakan itu yang benar “dor” atau “tam”. Namun, bukan berarti semua harus diseragamkan juga, karena ada istilah-istilah lokal, bahasa budaya yang berbeda-beda, itu jangan disamakan,” jelas Wawan.
Oleh sebab itu, lanjut Wawan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mulai menyusun buku Pedoman Penyuntingan Naskah Cerita Anak sejak 2022, kemudian pada 2024 dicetak dan diseminasikan pada hari ini. Buku ini dapat menjadi pedoman untuk penyuntingan berbagai jenis naskah sastra anak, termasuk dalam penyuntingan naskah komik, cerita anak, dan naskah terjemahan cerita anak sesuai rentang usia yang telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek Nomor 030/P/2022 tentang Pedoman Perjenjangan Buku.
Wawan menjelaskan, penyunting bertugas menyiapkan naskah siap cetak dengan memperbaiki kesalahan kabahasaan seperti ejaan, padanan kata, diksi, dan kalimat. Juga memperbaiki kesalahan kenonbahasaan misal salah tik, salah data atau salah penalaran.
“Tujuan penyuntingan mengurangi kesalahan yang dilakukan penulis, bersih dari kesalahan kebahasaan sehingga naskah menjadi bagus, enak dibaca, dan mudah dipahami pembaca,” tuturnya.
Oleh sebab itu, seorang penyunting harus memiliki kompetensi yang luarbiasa, tidak hanya menguasai masalah kebahasaan, tetapi juga memahami psikologi pembaca, untuk penyuntingan naskah cerita anak, maka harus menguasai psikologi anak.
Tapis Blogger Lampung berfoto bersama Staf Ahli Bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Wawan Prihartono. |
Penulisan Naskah Cerita Sesuai Jenjang Usia Anak
Menurut Wawan, penyunting harus memperhatikan pemerolehan bahasa anak karena pemerolehan bahasa yang dialami setiap anak tidak selalu sama. Bahan bacaan untuk anak disesuaikan dengan Tingkat perkembangan emosi dan psikologi anak.
“Jadi, ada trik menulis dan menyunting naskah sesuai usia anak agar keterserapannya maksimal, nah itu semua ada di dalam buku pedoman,” katanya.
Anak usia 0-6 tahun memiliki karakteristik “bermain” membaca. Pada tahap ini anak bisa dibacakan buku oleh orang tuanya, anak mulai memahami kata-kata yang memberikan arti, membaca berdasarkan ingatan, serta mulai menulis alfabet.
Selanjutnya, anak Usia 6-7 tahun mulai mamahami prinsip alfabet dan mengaitkan antara bunyi dan simbol.
“Pada usia 6 dan 7 tahun ini anak suka dengan buku yang berisi sedikit tulisan dan banyak gambar,” kata Wawan.
Anak usia 7-8 tahun suka membaca buku yang berisi tema-tema familiar, misalnya bermain bersama, memasak bersama ibu, hewan peliharaan, dan lainnya.
Pada usia 8-14 tahun, intruksi bergeser dari belajar membaca ke membaca untuk belajar. Anak membaca berbagai materi untuk mempelajari konsep-konsep baru.
Usia 15-18 tahun anak membaca berbagai materi yang berisi berbagai sudut pandang, jadi sudah ada komplaksitas di situ.
Pada usia 18 tahun ke atas, anak terus membaca materi-materi yang relevan untuk meningkatkan wawasannya tentang apa yang sudah mereka ketahui. Hal ini memungkinkan mereka mengembangkan skema baru.
“Nah, (pemetaan kemampuan membaca) ini bisa menjadi pedoman bagi para penulis dan penyunting yang ingin menulis cerita anak, atau ibu-ibu yang ingin mencarikan buku bacaan untuk anak-anaknya,” tutur Wawan.
Dalam sambutannya, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Desi Ari Pressanti mengatakan Buku Pedoman Penyuntingan Naskah Cerita Anak ini memberi panduan kerja dalam penyuntingan cerita khususnya cerita anak agar tugas penyunting dapat lebih efektif dan berkualitas.
“Sebagai sosialisasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat, maka Kantor Bahasa melaksanakan kegiatan ini,” kata Desi.
Menurutnya, kegiatan ini dilaksanakan di empat wilayah, pada hari ini digelar bersamaan di Lampung dan DKI Jakarta, selanjutnya pada 28 Mei mendatang dilaksanakan di Bali dan Maluku. Dia berharap, kegiatan diseminasi ini memberi sumbangsih bagi masyarakat, serta mengimbau penyunting cerita anak atau masyarakat untuk mengadopsi buku panduan tersebut sebagai pedoman penyuntingan naskah cerita anak.
Sambutan Gubernur Lampung disampaikan oleh Kabid Kebudayaan Disdikbud Provinsi Lampung, Heni Astuti. Dalam sambutannya, Heni menyampaikan tentang “Kebijakan Pembinaan Kebahasaan dan Kesastraan Bagi Generasi Muda” di Provinsi Lampung.
Menurut dia, eksistensi bahasa Lampung lambat laun semakin terpinggirkan. Ini terjadi karena masyarakat asli Lampung sudah jarang menggunakan bahasa induk mereka dalam keseharian.
“Bahkan orang tua tidak membiasakan anak-anaknya menggunakan Bahasa Lampung dalam keseharian,” kata Heni.
Dia mengakui, saat ini juga sulit mendapatkan tulisan-tulisan (maestro) tentang tarian daerah khas Lampung ataupun tentang kebudayaan non benda lainnya.
“Tentunya dengan adanya kegiatan ini, sangat besar manfaat dan dampaknya, misalnya membuat cerita anak terkait warisan-warisan kebudayaan nonbenda di Provinsi Lampung untuk menambah penngetahuan anak-anak terkait objek kebudayaan yang ada di Provinsi Lampung,” ujarnya.
Penulis : Rinda Mulyani, jurnalis dan blogger asal Lampung
Waaah Senangnya dunia Literasi anak semakin dekat dengan budaya daerah, jadi semakin banyak bahan bacaan berkualitas yang menjunjung tinggi nilai budaya sendiri. Semoga Literasi Lampung semakin maju
BalasHapussemoga di Lampung semakin banyak penulis buku anak bermunculan ya apalagi ilmu acara ini keren banget
BalasHapusWah keren banget nih acaranya. Selalu rindu sama acaranya kantor bahasa. Kapan ya bisa join lagi. Semoga ada kesempatan.
BalasHapusJadi ini buku khusus untuk editor buku anak2, jika tidak menggunakan pedoman dari buku ini apakah naskah cerita anak tetap layak dipublish
BalasHapusNah, sudah betul ini. Tinggal tertibkan penulis dan penerbit2 nakal. Bukan cuma kata dan bahasa. Gambar juga perlu distandarisasi
BalasHapusSenang banget dapat info banyak dari artikel ini, semoga makin banyak penulis Lampung menuliskan budaya Lampung ya
BalasHapusikut senang ada kegiatan inim Balai Bahasa Lampung keren menerbitkan buku pedoman penyuntingan naskah cerita anak, kalau ada lomba lagi makin banyak yang udah paham pedomannya ya
BalasHapusProgram ini keren banget sih. Karena ya emang penting banget melestarikan bahasa apalagi sekarang udah mulai berkurang penuturnya.
BalasHapus